Halaman

Wikipedia

Hasil penelusuran

Trusty

Sabtu, 23 Mei 2015

Dekonstruksi Syari'ah dalam Ajaran Tasawuf Syekh Siti Jenar

Sebenarnya banyak terdapat pebedaan tentang asal usul dari Siti Jenar, akan tetapi yang paling banyak ditulis ialah Syekh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1426 M di Pakuwuan, Caruban, pusat kota Caruban Larang waktu itu, yang sekarang lebih dikenal sebagai Astana Japura, sebelah tenggara Kota Cirebon. Suatu lingkungan yang terdapat berbagai macam etnis masyarakat, berbagai macam bahasanya dan sebagai titik temu kebudayaan serta peradaban berbagai macam suku.

Sebelum kelahiran Siti Jenar terdapat sedikit cerita tentang keadaan keluarganya kala itu. Ayah Siti Jenar seorang pendeta Hindu yang memerintah Caruban —Cirebon sekarang— yang bernama Resi Bungsu. Resi Bungsu kala itu resah, meski dia telah dilengkapi dengan kekayaan dan kedudukan akan tetapi hal tersebut tidaklah berarti jika dia tidak mempunyai keturunan. Siang malam dia mengucapakan do’anya kepa Sang Hyang Widi agar keinginannya dikabulkan.

Singkatnya Resi Bungsu pergi kesuatu tempat untuk melakukan semedi empat puluh hari empat puluh malam di sebuah sebuah bukit yang di tepi danau yang airnya bening dan didalamnya terdapat banyak ikan. Setelah malam ke empat puluh sang Resi mendapatkan bisikan gaib —ilham— yang berisikan kalau dia ingin memiliki seorang putra maka bawalah ikan yang ada didepannya dan berikan pada istrinya untuk dimakan. Setelah itu Resi Bungsu kembali ke istana sembari membawa ikan tersebut untuk istrinya.

Sesampainya ia di istana, ia memberikan ikan yang dibawanya dan juga menceritakan kejadian yang ia alami selama ia semedi di danau tersebut. Kemudian setiap hari sang Resi pergi ke danau itu untuk mengambil ikan untuk diberikan pada istrinya untuk makanannya setiap hari. Setelah hampir empat puluh hari istrinya selalu memakan ikan yang ia ambil dari danau tersebut, terjadi perubahan pada badan istrinya. Alhasil istrinya pun hamil.

Setelah selama sembilan bulan kehamilan istrinya lahirlah seorang bayi laki-laki. Dengan perasaan yang berbunga-bunga bayi itu di timang dan dinyanyikan dengan tembang-tembang yang mengandung harapan di masa depan. Bayi itu diberi nama Ali Hasan. Kenapa bayi itu diberi nama yang kearab-araban, padahal Resi Bungsu kala itu beragama Hindu. Hal tersebut tidak ada yang tahu, dan merupakan sebuah misteri. Seperti pemiliknya yang nantinya juga memiliki berjuta misteri.

Setiap ajaran agama selalu memiliki dua sisi, yaitu sisi esoteris dan sisi eksoteris. Esoteris melambangkan sisi jiwa dan eksoteris mengibaratkan raga. Keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam bahasa agama, sisi esoteris di ibaratkan sebagai hakikat, sedangkan eksoteris merupakan gambaran dari syari’at. Sisi ajaran hakikat lebih banyak mengupas tentang hubungan moral antara manusia dengan dirinya sendiri, sesama, makhluk lain, alam semesta dan Allah. Sedangkan sisi syari’at lebih mengedepankan segi doktrin, ucapan, ritual, simbol, aturan, dan praktik formal keagamman yang bersifat luar.

Siti Jenar pada awal mulanya diberi tugas para dewan wali untuk mengajarkan sahadat dan tauhid pada masyarakat awam. Tetapi seringkali prilaku Siti Jenar berbeda dari wali lainnya. Pengaruh ilmu tasawuf yang ia pelajari dari Baghdad begitu kuat sehingga ia tidak begitu tertarik dengan ilmu syari’at. Ia lebih mendekatkan pada ilmu hakikat. Siti Jenar selalu menggali hakikat kebenaran, hakikat diri sebagai manusia serta hakikat ketuhanan. Ibadah syari’at baginya tidaklah cukup untuk mencapai Allah. Karena itu manusia memerlukan tasawuf untuk bisa sampai pada Allah.

Banyak orang yang secara lahiriah tampak khusuk shalatnya —sebagai contoh kecil. Bibirnya sibuk mengucapkan zikir dan doa-doa, namun hatinya berkeliaran dalam urusan duniawi mereka. Islam yang demikian ini ibarat kelapa, mereka hanya makan serabutnya. Padahal yang paling nikmat adalah buah kelapa dan air kelapanya. Mereka sembahyang lima waktu sebatas lahiriah saja. Tidak berpengaruh sama sekali kepada akal budinya. Padahal sembahyang itu diharapkan dapat mencegah keji dan munkar namun mereka tak mampu melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Kalaupun hakikat shalatnya itu membekas pada budinya itupun hanya sedikit. Buat apa sembahyang lima kali jika perangainya buruk, masih suka mencuri dan berbohong. Untuk apa bibir lelah berzikir menyebut asma Allah, jika masih berwatak suka mengingkari asma. Kadang-kadang pula mereka berharap pahala. Shalatnya saja belum tentu dihargai oleh Allah, tetapi buru-buru meminta balasan, bukankah hal tersebut aneh sekali.

Hadits Rasulullah yang menyebutkan bahwa amal hamba yang pertama kali diperhitungkan adalah sembahyang. Jika sembahyangnya baik, maka semua dianggap baik. Tidak boleh dipahami secara dangkal makna dari hadits tersebut. Hadits itu mengandung logika sebagai berikut, Orang yang tekun mengerjakan sembahyang dengan sempurna, maka perilaku, budi pekerti dan kalbunya juga harus terpengaruh menjadi baik. Sebab sembahyang yang dilakukan dengan jiwa yang bersih akan berpengaruh pula bagi cabang kehidupan lainnya.

Lebih lanjut Syeh Siti Jenar mengatakan; sebaliknya hadits itu tidak berlaku bagi orang yang tekun mengerjakan sembahyang tetapi hatinya masih kotor, tersimpan keinginan-keinginan nafsu misalnya ingin dipuji orang lain, terdapat ujub dan sombong, serta budinya menyimpang dan menabrak tatanan yang dilarang. Sedangkan shalat orang tersebut tidaklah menyentuh hatinya. Meskipun berlama-lama merunduk di masjid, namun masih mencintai duniawi. Sembahyang yang pakaiannya kedombrangan, merunduk di masjid berlama-lama sampai lupa anak istri. Sedangkan ia masih menyintai duniawi dan mengumbar nafsu manusiawinya. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, ia seringkali menyusahkan orang lain. Maka orang yang demikian itu tidak terpengaruh oleh sembahyang yang dilakukan. Biasanya orang seperti itu sibuk menghitung pahala mereka. Dia sangat keliru dan bodoh. Pahala yang masih jauh tetapi diperhitungkan. Sungguh, sedikit pun tak akan dapat dicapainya. 

Ajaran Syekh Siti Jenar dikenal sebagai ajaran ilmu kebatinan, yakni suatu ajaran yang menekankan aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah yang dapat dilihat dengan kasat mata. Intinya ialah konsep tujuan hidup. Titik akhir dari ajaran Siti Jenar ialah tercapainya kesatuan antara roh manusia dengan Zat Allah. Paham inilah yang mirip dengan ajaran zuhud para wali. Zuhud banyak terdapat dalam dunia tasawuf. Mereka merupakan orang-orang yang menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan yang sifatnya duniawi. Sebab mereka mempunyai tujuan hidup yang mereka anggap lebih utama, yakni ingin mencapai puncak kehidupan yakni kesucian jiwa atau roh.

Membicarakan Siti Jenar sebagai penggerak sejarah maupun ajaran sufisme dalam khazanah Islam akan selalu membangkitkan perbedaan pandangan yang tajam. Perbedaan tersebut berkaitan dengan hadirnya dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia dan meteri ajarannya yang mengandung sisi kefilsafatan dan dihidupkan dalam praktek sufi. Untuk membicarakan ajaran yang dibawa Siti Jenar secara tuntas, haruslah dilakukan telaan yang menyeluruh —dalam konteks sejarah— tentang sejarah Islam di Indonesia. Demikian pula harus dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebab paling tidak ajaran yang dibawa oleh Siti Jenar menyakut bidang filsafat pula, meskipun hanya khusus dalam bidang tasawuf saja. Sedangkan ajaran Siti Jenar kenapa dianggap sesat kala itu tidak lepas dari polemic politik yang terjadi dalam pergulatan polotik yang dialami Islam di Indonesia.

Inti sebenarnya dari ajaran Syeh Siti Jenar adalah pencapaian spiritualitas yang tinggi dalam penyatuan antara makhluk dengan Sang Pencipta, yang lebih populer disebut sebagai Manunggaling Kawula Gusti. Bila ditilik secara menyeluruh, ajaran yang disebarkan Siti Jenar adalah meliputi pengetahuan tentang kehidupan dan penguasaan hidup, tentang kematian dan tempat sesudah ajal, hidup kekal tak berakhir, dan tentang kedudukan Yang Maha Luhur. Paham yang hampir senada dengan falsafah Jawa kuno.

Makna Kehidupan dan Kematian
Syekh siti Jenar memandang hidup hakiki ialah hidup sesudah kematian. Pandangan hidup dan kesadaran keagamaan orang jawa juga lebih didasari hakekat hidup abadi yang baru dimulai sesuadah kematian tersebut. Dan dari sini pula seluruh pandangan wali yang dituduh murtad ini didasari hakikat hidup yang baru dimulai ketika seseorang meninggal dunia tersebut. Kesempurnaan hidup dalam keseluruhan aliran pemikiran Islam bukan baru akan dicapai setelah mati, akan tetapi, kesempurnaan hidup bahkan harus didasari makna hidup sesudak kematian. Di sinilah sebenarnya inti dari ajaran Islam baik dari kalangan para sufi dan juga para ahli syari'at. hal ini menunjukkan bahwa ajaran Siti Jenar bukanlah suatu hal yang asing dalam kajian para pemeluk Islam dan juga kesadaran kejawen. Yang menjadi titik persoalan sekarang pada fungsi nilai-nilai hakiki dari kehidupan abadi tersebut dalam tindakan dan gerak hidup di dunia ini. 

Dalam kasus yang terjadi sekarang banyak terjadi dalam dunia politik yang menggunakan otoritas yang dimiliki oleh Allah, mereka menggunakan nama Allah untuk melakukan penekanan pada rakyat agar rakyat bisa menerima hal tersebut. Selanjutnya mereka dengan sesuka hatinya memakan dana rakyat atau yang sering kita kenal sebagai tindak korupsi. Kecenderungan seperti itu dikatakan Siti Jenar sebagai akibat dari kesalahan manusia dalam memaknai hakikat hidup yang sebenarnya. Manusia telah melakukan kesalahan besar dalam memahami Allah dan ajaran-Nya yang menggunakan pancaindra yang sifatnya kotor, najis dan palsu. Untuk hal itu manusia seharusnya harus tahu bagaimana memahami Allah yang sebenarnya.
Konsep kehidupan yang semacam itu sebenarnya tidak lari dari kenyataan yang mencoba untuk menolak kehidupan, tetapi justru masuk dan melebur kedalam kehidupan, mengrai misteri, untuk kemudian mampu melihatnya secara tembus pandang sehingga mampu melampaui ilusinya. Hal tersebut didasari al-Qur’an yang tertera dalam surat al-Hadid 20
Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
dan al-An’am ayat 32.
Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya.

Kematian bukanlah akhir hari kehidupan manusia, malah sebaliknya kematian merupakan awal sebenarnya kehidupan manusia. Hidup duniawi bagi Siti Jenar hanyalah bayangan palsu dari hidup yang sesungguhnya yang akan dijalani manusia setelah kematian. Kematian merupakan kehidupan yang sungguh nyata dan abadi. Dalam alam kepalsuan manusia dikendalikan oleh jasad yang akan membusuk, hancur dan musnah. Pancaindra hanya melahirkan pengetahuan yang palsu. Pengetahuan seperti itulah yang membawa manusia pada kesesatan di dunia yang mengakibatkan kesengsaraan yang berbuah neraka.


Konsep Tuhan yang benar menurut Siti Jenar jika bersumber dari hati yang tulus dan jujur. Tuhan tidak dapat dilukiskan dengan gambaran apapun. Tuhan adalah segalanya dan sekaligus sebagai bukan yang bukan. Tuhan ada disini dan disana, sekarang dan nanti, meliputi segala tempat, ruang dan waktu.
Menurutnya hanya manusia yang telah bebas dari kepentingan pribadi, hawa nafsu serta kekuasaan duniawi yang memiliki peluang untuk menyatu dengan Allah. Maka bagi orang seperti ini sebutan untuk Allah tidaklah penting lagi, yang terpenting adalah kesadaran akan keberadaan Zat Allah yang ada pada setiap langkah dan gerak hidupnya.

Hal yang paling penting bagi manusia ialah melakukan langkah-langkah yang bertujuan untuk membebaskan diri dari segala macam nafsu dan kepentingan yang bersifat duniawi. Kebebasan manusia dari belenggu dunia bukanlah untuk menjauhi segala macam kehidupan dunia tersebut, disitu dimaksudkan agar manusia mampu untuk menyikapi bahwa dunia yang penuh dengan kepalsuan ini dan jga bisa memahami hakikat hidup yang sebenarnya yang abadi dan kekal selamanya. Hal tersebut ditujukan agar manusia tidak menjadi budak harta maupun kekuasaan agar manusia mencapai pada tinggakan tertinggi.

Sebenarnya Tuhan itu sederhana, tetapi pikiran manusia yang mengakibatkan Tuahn itu rumit. Hal yang diperlukan manusia hanyalah memahami dirinya sendiri, dan hal tersebut sekaligus memahami Tuhan. Jika manusia tidak mampu memahami dirinya sendiri sekaligus memahami Tuhan, maka saat itulah kondisi batin manusia terpecah belah dan mengalami ketidakutuhan. Manusia menjadi terputus dari kehidupannya dan akan kehilangan arah.


Dalam berbagai literatur mengatakan bahwa Syekh Siti Jenar merupakan anak seorang pendeta yang memerintah di Caruban, dia bernama Resi Bungsu. Nama aslinya adalah Ali Hasan. Mengenai asal usul nama tersebut merupakan misteri yang belum dapat dilacak kebenarannya.

Ilmu tasawuf yang ia pelajari dari Baghdad begitu kuat Pengaruhnya sehingga ia tidak begitu tertarik dengan ilmu syari’at. Ia lebih mendekatkan pada ilmu hakikat. Siti Jenar selalu menggali hakikat kebenaran, hakikat diri sebagai manusia serta hakikat ketuhanan. Ibadah syari’at baginya tidaklah cukup untuk mencapai Allah. Karena itu manusia memerlukan tasawuf untuk bisa sampai pada Allah.

Manunggaling Kawula Gusti merupakan ajaran dari Siti Jenar, yang didalamnya membahas tentang konsepsi ketuhanan, kemanusian, kehidupan, kematian dan kekekalan hidup. Manusia harus bisa memahami diri sendiri sekaligus memahami Allah. Kehidupan yang sebenarnya bermula dari kematian. Kematian merupakan perjalanan awal manusia menjalani hidup yang hakiki. Kehidupan yang kekal akan didapat manusia jika ia mampu mengenali dirinya sendiri, sehingga ia mampu menytu dengan Alaah sebagai otoritas yang absolut.

DAFTAR PUSTAKA
Alqalami, Abu Fajar. 2005. Legenda Siti Jenar. Surabaya: Pustaka Media.
Mu’tasim, Radjasa dan Abdul Munir Mulkan. 1998.  Bisnis Kaum Sufi; Studi Tarekat dalam Masyarakat Industri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulkan, Abdul Munir. 2005. Makrifat Siti Jenar, Teologi Pinggiran dalam Kehidupan Wong Cilik. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu. 
Mulkhan, Abdul Munir. 2004. Makrifat Burung Surga dan Ilmu Kesampurnan Syekh Siti Jenar. Yogyakarta: Kreasi Wacana.