Halaman

Wikipedia

Hasil penelusuran

Trusty

Rabu, 27 April 2016

Faqr ala Tukang Parkir

al-Faqr adalah sebuah sikap spiritual yang memandang bahwa kita tidak merasa memiliki apa-apa; semuanya milik Allah. sampai terhadap diri kita sendiripun kita tidak merasa memiliki. Meskipun secara kasat mata kekayaan milik kita itu tampak nyata, namun bagaimanapun juga tidak diperbolehkan untuk mengakuinya sebagai sesuatu miliknya yang disebabkan oleh usahanya, sebab semua itu dari Allah dan kembali ke Allah.

Abu Muhammad Al-Jurairi berkata, "Kefakiran berarti bahwa orang tidak boleh mencari yang tidak maujud, sampai orang itu gagal menemukan hal yang maujud." Maksudnya adalah bahwa orang tidak boleh mencari mata pencaharian kecuali jika orang itu khawatir tidak mampu melaksanakan tugas keagamaannya. Ibn Jalla' berkata, "Kefakiran adalah bahwa tidak ada sesuatu yang menjadi milikmu; atau jika memang ada sesuatu, itu tidak boleh menjadi milikmu."

Al-Kattani berkata, "Kalau seseorang benar-benar membutuhkan Tuhan, berarti dia benar-benar bersama Tuhan; karena tidak satupun dari dua keadaan itu sempurna oleh ketiadaan salah satunya." Al-Nurri berkata, "Faqr adalah orang yang harus diam ketika dia tidak memiliki sesuatu dan bermurah hati serta tidak memikirkan diri sendiri kalau dia memiliki sesuatu."

Dengan begitu ada kesadaran spiritual, bahwa manusia pada hakikatnya tidak mampu melakukan apa-apa tanpa ada kehendak Sang Kuasa. Sebagaimana halnya dengan firman Allah Q.S. Muhammad: 38, sebagai berikut:
هَا أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ ۖ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ ۚ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ ۚ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
38. Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.

Suatu ketika seseorang bertanya kepada Dzu Al-Nun Al-Misri tentang orang yang memiliki kemiskinan ruhani sesungguhnya (al-Faqr), maka dia menjawab, "Orang faqr yang sebenarnya adalah orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan kepada segala sesuatu, tetapi sebaliknya, segala sesuatu akan menaruh kepadanya." Seseorang juga bertanya kepada Abu 'Abd Allah Al-Maghribi tentang seorang faqr yang sebenarnya, maka dia menjawab, "Dialah orang yang tidak memiliki sesuatu dan dia juga tidak dimiliki oleh segala sesuatu." Abu Al-Harust Al-Aulasi juga pernah ditanya tenteng pertanyaan yang sama, maka dia menjawab, "Orang faqr yang sebenarnya adalah yang tidak dekat dengan sesuatu, sementara segala sesuatu dekat dengannya." Berbeda dengan jawaban Yusuf ibn Al-Husain, yang mengatakan bahwa, "Orang faqr adalah orang yang memerhatikan waktu ruhaninya secara serius. Jika dia masih melihat ke waktu kedua, dia belum bisa disebut faqr." 

Ada juga Husain Ibn Manshur (Al-Hallaj) menjawab, "Faqr yang sebenarnya adalah orang yang tidak memilih keadaan hidupnya dengan suatu pandangan untuk mengamankan kepuasaannya sendiri." Abu Hafsh Al-Naisaburi juga mengatakan bahwa, "Seorang faqr yang sebenarnya adalah orang yang tetap dalam pengendalian di setiap waktunya. Dan jika ada satu hal yang menyeretnya serta akan mengeluarkannya dari pengendalian waktu spiritualnya, dia menemukan kegelisahan." Al-Junaid berkata, "Orang faqr yang sebenarnya adalah orang yang tidak merasa cukup dengan sesuatu, tetapi segala sesuatu merasa cukup dengannya."

Tetapi sebagian guru sufi memandangnya sebagai salah satu maqam, kadang-kadang disebutkan sebelum tahap kepuasan dan kadang-kadang setelahnya. Orang harus menyadari sepenuhnya kebenaran ayat al-Quran bahwa Allah itu Maha Kaya dan manusia miskin, bahwa secara ontologis Dia adalah Wujud Mutlak sementara kita tidak ada apa-apanya di dalam diri kita sendiri, karena kita menerima eksistensi kita dari Allah Dari satu sudut pandang, kita harus mencapai kedudukan faqr agar dapat meraih tahapan kepuasan. Dari sudut pandang yang lain, kita harus berjalan melalui semua tahapan yang telah merealisasi dalam diri faqr. Sinkatnya, faqr adalah pintu gerbang bagi Cinta Ilahi maupun Pengetahuan Ilahi.

Maqam faqr merupqkqn sikap dan perilaku yang harus tertanam pada diri pelaku tasawuf, sebagai kesediaan tidak mau dipengaruhi oleh pemikiran harta kekayaan yang banyak, tetapi sekedar bisa digunakan untuk memperlancar ibadah kepada Allah dan berbakti kepada sesama makhluk. Faqr yang dimaksud adalah bukan kemelaratan yang mengakibatkan seseorang sama sekali tidak berdaya untuk hidup dan beribadah, tetapi dimaksudkan sebagai kebutuhan terhadap Allah semata, dan tidak membutuhkan sesuatu di luar ketentuan-Nya, sehingga sikapnya tidak terlalu sibuk mencari kekayaan, karena sikapnya selalu dilandasi dengan sikap qana'ah.

Faqr dalam diri manusia-manusia pemilik hakikat (haqiqah) adalah sebuah sifat alami yang--meskipun memiliki harta ataupun tidak memiliki harta--tidak berubah. Karena seorang hakikat, melihat segala sesuatu dengan sarananya dalam kekuasaan Allah, maka ia memadang bahwa menyerahkan harta kepada orang lain adalah diperbolehkan. 

Sehingga dalam diri seorang faqr, bisa dianalogikan seperti tukang parkir. Dalam kondisi nyata mereka punya, tapi mereka tidak merasa memiliki, karena semuanya selalu dikembalikan kepada Allah. Allah sebagai Maha Kaya dan manusia adalah miskin, mereka selalu berusaha menjadi miskin di hadapan Allah. Jadi, dalam kondisi apapun, seorang faqr tidak merasa kaya atau miskin, karena bagi mereka semuanya tidak berbeda. 

Dengan melakukan faqr, manusia menjadi sadar diri atas apa yang dimiliki bukan kepemilikannya. Meskipun dia bekerja dan memiliki harta. Dengan faqr, manusia diajarkan untuk tidak sombong dan angkuh atas semua kekayaan yang dimiliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar