Halaman

Wikipedia

Hasil penelusuran

Trusty

Rabu, 13 April 2016

Insan Kamil ala Superman

Teringat masa kecil dulu ketika banyak tontonan televisi tentang bermacam-macam superhero (pahlawan super). Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa sosok Superman adalah superhero yang berbeda dengan seperhero yang lainnya. Ketika superhero yang lain, katakanlah seperti Spiderman dan Batman, tampil ke hadapan publik dengan mengenakan topeng atau penutup wajah, dengan tujuan menyembunyikan identitas mereka. Tapi itu tidak berlaku bagi Superman, dengan terang-terangan dia menampakkan wajah aslinya tanpa sehelai kainpun menutupi wajahnya. Dapat dikatakan bahwa Superman adalah superhero yang jujur, percaya diri, dan sedikit narsis dari superhero yang lain.

Beranjak dewasa, pikiran berkembang ke arah yang lain. Selalu ada tanya untuk setiap adegan superhero yang dipertunjukkan. Mengapa? Bagaimana? dan Untuk apa?

Saat terdiam, pikiranku berkhayal untuk mengarahkan sosok Superman sebagai manusia yg sempurna, atau dalam tasawuf disebut dengan Insan Kamil. Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dua kata: Insan dan Kamil. Secara harfiah Insan berarti manusia dan Kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, Insan Kamil berarti manusia yang sempurna.

Selanjutnya kata insan digunakan oleh para filosof klasik sebagai kata yang menunjukkan pada arti manusia secara totalitas yang secara langsung mengarah pada hakikat manusia. Kata insan juga digunakan untuk menunjukkan pada arti terkumpulnya seluruh potensi intelektual, rohani, dan fisik yang ada pada manusia, seperti hidup, sifat kehewanan, berkata-kata, dan sebagainya.

Adapun kata kamil dapat pula berarti suatu keadaan yang sempurna dan digunakan untuk menunjukkan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal itu terjadi melalui terkumpulnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti ilmu dan sekalian sifat yang baik lainnya.

Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum Muktazilah. Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik sesuai dengan essensinya dan merasa wajib melakukan semua itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu. Manusia yang berfungsi akalnya sudah merasa wajib melakukan perbuatan yang baik. Maka manusia yang seperti ini mendekati Insan kamil. Dengan demikian insan kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada essensi perbuatan tersebut.

Insan kamil dapat dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam dirinya. Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebuut sebagai jiwa manusia (rasional soul). Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir menyerupai malaikat dan mendekati kesempurnaan.

Insan kamil juga mampu menciptakan budaya. Manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu mendayagunakan seluruh potensi rohaniahnya secara optimal. Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh  makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.

Insan kamil menghiasi diri mereka dengan sifat-sifat Ketuhanan. Karena manusia adalah makhluk mempunyai naluri-naluri Ketuhanan (fitrah). Ia cenderung kepada hal-hal yang berasal dari Tuhan dan mengimaninya. Sebagai Khalifah (wakil Tuhan di muka bumi), manusia berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai individu atau kelompok masyarakat yang memiliki tanggung jawab besar dan memiliki kehendak bebas.

Insan kamil juga manusia yang berakhlak mulia. Menurut Ali Syariati ada tiga aspek yang mendasarinya, yaitu: kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Yang dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan, dan kreativitas. Insan kamil dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta mempunyai kepekaan terhadap penderitaan, kemiskinan, kebodohan, dan kelemahan.

Beberapa ciri tersebut mendekati dari beberapa sifat dan perbuatan yang dilakukan Superman, hanya saja Superman dikemas seakan-akan jauh dari sisi tasawuf, bahwa Superman mengklaim memiliki sifatnya sendiri tanpa harus melihat dari sisi kemanusiaan di dalam insan kamil. Meskipun kebanyakan orang menilai bahwa Superman bukan Insan kamil, namun bagi saya, apa yang ditunjukkan Superman dalam filmnya tidak jauh dari sifat yang diajarkan dalam insan kamil.

Begitulah kurang lebih pengamatan saya terhadap Superman dari sisi Insan kamil. Melihat siapa meniru siapa sebaiknya tidak saling menyalahkan, karena apa yng disajikan adalah baik. Keduanya, Superman dan Insan kamil sama-sama mengajarkan tentang kebaikan.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar